Rabu, 07 November 2012

(Cerpen) Kadoku Pesan Terakhirku

Assalamu'alaikum. Wr. Wb
apa kabar teman-teman bloger semua, udah lama ne ane gk nongol... :)
oea kali ini ane mau ngeposting hasil karya adik kandung ane sendiri, sebenernya sih tulisan ini ane curi dari dia karena ane gk bilang-bilang mw ngepost tulisan dia :)

kali ini ane ngepost sebuah cerpen yang diberi judul oleh adik ane thu "KADOKU PESAN TERAKHIRKU" & sebelumnya ane minta maaf ne kepada adik ane (Siti Khairiah), moga z dia gk marah... 

hehehe

langsung aja dech ke TKP :)



Kadoku Pesan Terakhirku
Oleh : Siti Khairiah, EKI 1B IAIN SU

Hari dimana semua tampak cerah, meski tak secerah hatiku. Aku melihat pemandangan yang be-gitu indah, yang dapat menghibur hatiku sejenak dengan penuh warna di mataku. Bunga-bunga, kupu-kupu, matahari, awan biru, dan burung-burung yang seakan bermain dengan riangnya di atas awan. Andai saja…………………”
Di padang rumput yang terbentang luas, terlihat bagai kasur yang begitu empuk, hingga ku rebahkan tubuh ini. Berharap dapat bermimpikan hal indah yang belum pernah dan mungkin tak akan pernah terjadi di hidupku. Tapi, aku yakin suatu saat nanti semua kebahagiaan yang saat ini menjadi mimpi dan harapan ku akan benar-benar terjadi dan ku alami.
Aku adalah aku.
Aku seorang anak yang tak tau untuk apa aku dilahirkan, mungkin sama seperti anak lain yang baru dilahirkan. Bedanya usiaku sekarang 15 tahun. Yang ku tau, Allah pasti mempunyai alasan mengapa ia menciptakan aku di dunia ini.
Aku dilahirkan untuk menjaga, menyayangi, dan membanggakan keluargaku, terutama ibu. Yang sampai kini ku masih tak tau mengapa ia membenciku. Mungkin apa karena ia tak menginginkan kelahiranku? Jika memang begitu alasan ibu, untuk apa aku dilahirkan?
Aku bersyukur, Allah menciptakan ku dengan penuh keadilan. Dilahirkan ditengah-tengah keluarga yang sangat ku sayangi. Meskipun tidak dengan harta yang berlimpah, meskipun tidak dengan kasih sayang yang ku dapatkan, tapi aku selalu berusaha untuk bahagia. Tak dapat dipungkiri, terkadang aku juga merasa diasingkan di sekitar mereka. Seperti tak dianggap. Ibu selalu membedakan aku dengan 3 sudaraku yang lain. Ibu sangat menyayangi mereka, tidak denganku. Meskipun begitu selamanya aku akan tetap sayang ibu.
Lusa adalah hari yang sangat ku nantikan sejak tiga tahun yang lalu.  Karena di hari itu aku akan menerima bukti kelulusanku dari SMP, hasilku selama tiga tahun berjuang untuk membuat ibuku bangga.
Hari itu pun tiba. Aku berangkat ke sekolah sendiri, karena kata adik bungsuku ibu akan menyusul nanti. Tapi, sampai matahari akan tenggelam aku tidak melihat ibu. Apa mungkin ibu tidak datang? Aku terdiam. Tapi diamku tak berlangsung lama, karena aku melihat bayangan orang yang sangat ku sayangi menghampiriku. Dia ibuku, sosok wanita yang sangat ku kagumi.
Temanku bertanya, “itu ibumu??” belum sempat menjawab, temanku yang lain berkata “cantik ya… kayak masih muda aja!!!”  aku hanya membalasnya dengan senyuman seorang sahabat yang sangat bahagia karena ibunya mendapatan sanjungan.
“Ssssst dia datang…” bisik temanku.
Hatiku berdebar, seperti dapat kebahagiaan yang begitu melimpah. Aku melihatnya, ku sambut ia dengan cinta dan senyuman yang tulus dari hati, dengan harapan ibu dapat membalas senyumku. Aku melihatnya dengan rasa penuh harap, “Ibu…, peluk aku!!!!” harapku dalam hati.
Tanpa membalas senyumku, tiba-tiba ibu menarik tanganku dengan kerasnya, yang sempat ku harap tangan lembut itu akan mengusap keningku dengan rasa bangga di hatinya. “Sepertinya ibu marah”, gumamku dalam hati. Aku sempat berfikir, aku rela ibu memarahiku lagi, asalkan jangan di depan teman-temanku. Karena yang mereka tau, ibu sangat menyayangi anaknya.
Ibu menarik dan membawaku pergi dari teman-temanku. Sakit rasanya hatiku saat itu.
“Ibu…..
ku mohon…..
akui aku sebagai anakmu, sekali ini saja…
Ibu, aku ingin mengenalkanmu pada mereka, sebagai bukti aku bangga menjadi anakmu.
Peluk aku bu… rangkul aku.. buatlah seakan kau bangga padaku di hadapan mereka.” jeritku dalam hati.
Ibu membawaku pulang.
Sesampainya di rumah, ibu langsung melemparku, mendorongku hingga tersungkur di lantai. Saat terduduk, aku berusaha mencari celah untuk menatap matanya. Ketika itu pula aku menatap mata indah ibu yang terlihat begitu banyak kebencian untukku. Dan aku juga masih berharap ia bisa membaca hati lewat bahasa qolbku.
“Lihat aku ibu, tataplah mataku…
Ibu, aku hanya ingin kau  tau, bahwa anakmu ini lulus dengan nilai terbaik di sekolah.”
“Ibu….  
Aku ingin ketika kau tau, kau akan bangga padaku, dan melapangkan tanganmu untuk memberikan pelukan.”
Semua kata ini hanya terucap dalam hatiku. Aku tak berani mengungkapkannya. Selama ini aku hanya melihat ibu dari balik pintu kamarku saja, karena ku tau ibu tak suka dengan kehadiranku, kehadiranku selalu dianggapnya mengganggu. Sekali ku bertemu dan memberanikan diri untuk menemuinya, aku ingat saat pertama dan terakhir kali aku berbicara pada ibu, saat usiaku masih 6 tahun. Waktu itu aku hanya mengucapkan “Selamat ulang tahun ibuku sayang..” dengan memberikan hadiah yang tak seberapa, dan itupun aku petik dari halaman belakang, setangkai bunga yang ku tanam sendiri untuk ibu.
Namun, apa yang ku dapatkan. Ibu membuang bungaku dan menyuruhku pergi, “pergi sana…!!! Muak aku lihat wajahmu” itu kata ibuku. Tak tau lagi apa yang ku rasakan, aku hanya berjalan mundur menuju kamar dengan melihat wajahnya sambil menahan tangis, sempat berhenti sejenak karena ku kira ibu akan memanggilku untuk kembali.
Aku tak pernah menduga hal ini bisa terjadi, ku kira ibuku bisa berubah dan akan menyayangiku karena keberhasilanku. Tapi ibu marah besar, katanya aku telah membuatnya malu karena sering menceritakannya, padahal yang ku ceritakan adalah hal yang baik. Sehingga teman-temanku merasa kagum, bangga, iri, dan juga agar ibuku tidak malu. Karena dimanapun aku tetap menghormatinya.
Suasana di rumah hening, “sudah tidur semua”, fikirku. Tapi ini belum terlalu malam, gak biasanya. Akupun keluar dari kamar untuk ambil minum. Ketika melewati kamar Bapak Ibu, tiba-tiba aku mendengar sesuatu. Mereka membicarakan tentang sekolahku, tapi ibuku acuh. Karena takut dosa mendengar pembicaraan orang akupun keluar rumah untuk menyapa udara malam.
Ternyata langit telah berubah hitam kelam, dengan sedikit serpihan cahaya yang menghiasinya. Ku pandang mendalam, mencoba menerka apa makna serpihan di langit sana.
“..Ya Allah, aku ingin seperti cahaya itu, tapi ku tak ingin menjadi bulan, aku ingin menjadi bintang yang walaupun kecil tapi memiliki arti, karena bercahaya sendiri. Tanpa bantuan matahari. “
“..Ya Allah, aku ingin melanjutkan pendidikanku.. tapi apakah mungkin?
“..Ya Allah, apakah orang tua ku masih memperbolehkan ku sekolah?
“..Ya Allah apa sebenarnya keputusan mereka?
Ke esokan harinya…
Aku mendengar kalau mereka tak akan menyekolahkan aku lagi, sementara dua kakak ku kuliah. Hatiku hancur, tapi mau gimana lagi, mungkin memang sudah jalan hidup yang digariskan Allah untukku.
Ku jalani hariku dengan penuh keikhlasan, walaupun berat rasanya. Dengan mengharapkan do’a ibu dan keluarga yang menyertaiku, aku mencoba melangkah keluar untuk mencari pekerjaan yang halal.
Dimulai dengan menjadi tukang cuci piring di kedai lontong dengan upah Rp.1000/hari. Aku kumpulkan upah kerjaku. Lalu mencoba bekerja di pabrik tekstil dekat rumah, namun karena aku ini tidak bisa bekerja dengan cepat, akupun lebih memilih berhenti. Dan mencoba menjadi cleaning servis di RS. Bhayangkara. Di pekerjaan inilah aku menetap. Dengan gaji yang setiap tahun agak lumayan.
Bertahun ku bekerja, bertahun juga ku hidup tanpa ibu dan keluarga ku. Bertahun juga ku pendam rasa rindu yang teramat dalam ini. Selama ini bukannya aku tak ingin pulang, aku hanya takut membuat ibuku marah lagi dan akhirnya membuatnya sakit. Kuputuskan untuk pergi. Hingga sekarang aku harus memberanikan diri untuk pulang ke rumah. Ku rasa inilah saatnya.
Sampai di rumah, tak ada satupun yang terlihat. Rumah keluargaku sudah tidak ada, sudah ratah dengan tanah. Hanya nama adikku yang pernah ku ukir di pohon depan rumah yang tersisa. Aku mendapat kabar kalau Bapak dan Ibu tinggal di rumah barunya di Kompleks Elite Puja Kesuma sejak kepergianku.
Setelah kakak-kakakku lulus kuliah di Inggris, mereka bekerja di perusahaan besar, setelah sukses merekapun menikah. Kakak pertamaku memiliki istri yang cantik dan sepasang anak laki-laki juga perempuan. Kakak yang kedua juga memiliki istri yang sangat cantik dan seorang anak perempuan. Sedangkan adik bungsuku, sekarang ia sedang berkuliah di Universitas ternama di Jerman.
Aku bahagia mereka semua menjadi orang sukses. Tidak seperti aku yang hidup luntang lantung hanya untuk mencari makan dan tempat tinggal. Dari kebahagiaan sejenakku ini, masih ada yang membelenggu, aku belum bisa menemui kedua orang tuaku..
Ke esokan harinya, aku pergi mengunjungi ibuku dengan membawa bingkisan kecil hasil kerja kerasku selama beberapa tahun..
“Assalamu’alaikum…..”
“Assalamu’alaikum…..” (belum ada jawaban)
“Assalamu’alaikum…… Bu, ini saya Anisa.. ”
“Wa’alaikum salam……”(jawab ibu). Ia pun membukakan pintu.
“Siapa ya???” tanyanya. Dan “ckrrrrek” pintu terbuka dan ibuku tercengang. Ibu tidak suka aku datang dan langsung mengusirku.
“Pergi sana kau! Untuk apa kau datang ke sini. Sudah bagus kami pergi jauh darimu,..!”
Begitu bencikah ibu kepadaku??? Apa salah ku bu? Jika memang ibu membenciku kenapa ibu melahirkanku? Bukankah ketika ku masih kecil ibu bisa membunuhku? Hanya dengan menutup hidungku aja mungkin aku sudah mati bu. Ibu dapat mudah membunuhku, daripada ibu menyiksaku saat ini. Aku ke sini hanya untuk dapatkan pelukan ibu. Yang seumur hidup belum pernah ku dapatkan. Aku hanya ingin di sayang ibu. Akupun pergi berlalu dengan beruraian air mata.
Dengan langkah tertatih ku tetap berusaha tuk melangkah. Aku harus kuat dan aku harus bisa membuktikan betapa ku memang benar-benar sayang ibu.
Ketika ku menuju Rumah sakit tempatku bekerja, tanpa disengaja aku mlihat ibu dari kejauhan. Ku ikuti perlahan dari belakang. Tiba-tiba aku melihat ada kendaraan yang hendak menabrak tubuh ibu. Akupun berlari sekencang-kencangnya untuk membantu ibu, dan “rrrrrrrrrrrrrrrrtttt”(kendaraan itu berhasil menabrak). “Seperti ada kecelakaan” ucapku saat tergeletak di pangkuan ibu. Aku belum tau, kalau aku yang tertabrak dan berlumuran darah.
“Ibu, ibu memelukku??? Apa ini mimpi bu?? Tolong bangunkan aku dari tidurku bu.. karena aku ingin tersadar saat ibu memelukku dengan kasih sayang.” Kataku.
Ibu masih memelukku erat. “Ibu, ini kali pertama kau memelukku.. ini adalah kado terindah yang pernah ku dapat seumur hidupku bu. Ibu gak kenapa-kenapakan? Kenapa kepalaku basah ya? Kok ada merah-merah di tangan aku bu? Apa aku yang tertabrak bu? Kalau begitu aku senang karena ibu tidak merasakan sakit ” kataku.
Saat itu ibuku hanya terdiam melihatku yang sudah tak berdaya, dan kehilangan banyak darah. Ia berusaha mencari pertolongan untuk membawaku ke rumah sakit di seberang jalan.
Tiba di rumah sakit, dokter memeriksaku. Katanya nyawaku sudah tak mungkin tertolong lagi. Ibuku tetap mengupayakan untuk mendonorkan darahnya. Tapi kata dokter semua itu percuma bila memang kehendak Allah berkata lain. Teryata kata dokter aku juga mengalami stress berat akibat tekanan psikis yang diberikan oleh keluargaku. Ibuku tidak bisa menerima kenyataan kalau aku sudah tiada. Ia menangis sejadi-jadinya.
“Apa itu?” Tanya ibu dalam hati. Bungkusan kecil di genggamanku. Ia pun membukanya, ternyata berisikan yang katanya permintaan terakhirku. Berbentuk sapu tangan (yang katanya adalah tanda perpisahan) yang ku sulam sendiri dengan bertuliskan “peluk aku, ibu…!!!”
Itulah permintaan terakhirku, yang sekarang sudah ku dapatkan. Terima kasih ibu, kerena telah berkenan memelukku, sehingga ku tau betapa hangatnya pelukanmu.. Kau adalah pelita di hidupku sekarang dan selamanya. Selamat tinggal ibuku sayang, aku akan selalu menjagamu dari kejauhan.



SELESAI





Tidak ada komentar: