apa kabar teman-teman bloger semua, udah lama ne ane gk nongol... :)
oea kali ini ane mau ngeposting hasil karya adik kandung ane sendiri, sebenernya sih tulisan ini ane curi dari dia karena ane gk bilang-bilang mw ngepost tulisan dia :)
kali ini ane ngepost sebuah cerpen yang diberi judul oleh adik ane thu "KADOKU PESAN TERAKHIRKU" & sebelumnya ane minta maaf ne kepada adik ane (Siti Khairiah), moga z dia gk marah...
hehehe
langsung aja dech ke TKP :)
Kadoku Pesan Terakhirku
Oleh
: Siti Khairiah, EKI 1B IAIN SU
Hari
dimana semua tampak cerah, meski tak secerah hatiku. Aku melihat pemandangan
yang be-gitu indah, yang dapat menghibur hatiku sejenak dengan penuh warna di
mataku. Bunga-bunga, kupu-kupu, matahari, awan biru, dan burung-burung yang
seakan bermain dengan riangnya di atas awan. Andai saja…………………”
Di
padang rumput yang terbentang luas, terlihat bagai kasur yang begitu empuk,
hingga ku rebahkan tubuh ini. Berharap dapat bermimpikan hal indah yang belum
pernah dan mungkin tak akan pernah terjadi di hidupku. Tapi, aku yakin suatu
saat nanti semua kebahagiaan yang saat ini menjadi mimpi dan harapan ku akan
benar-benar terjadi dan ku alami.
Aku
adalah aku.
Aku
seorang anak yang tak tau untuk apa aku dilahirkan, mungkin sama seperti anak
lain yang baru dilahirkan. Bedanya usiaku sekarang 15 tahun. Yang ku tau, Allah
pasti mempunyai alasan mengapa ia menciptakan aku di dunia ini.
Aku
dilahirkan untuk menjaga, menyayangi, dan membanggakan keluargaku, terutama
ibu. Yang sampai kini ku masih tak tau mengapa ia membenciku. Mungkin apa
karena ia tak menginginkan kelahiranku? Jika memang begitu alasan ibu, untuk
apa aku dilahirkan?
Aku
bersyukur, Allah menciptakan ku dengan penuh keadilan. Dilahirkan
ditengah-tengah keluarga yang sangat ku sayangi. Meskipun tidak dengan harta
yang berlimpah, meskipun tidak dengan kasih sayang yang ku dapatkan, tapi aku
selalu berusaha untuk bahagia. Tak dapat dipungkiri, terkadang aku juga merasa
diasingkan di sekitar mereka. Seperti tak dianggap. Ibu selalu membedakan aku
dengan 3 sudaraku yang lain. Ibu sangat menyayangi mereka, tidak denganku.
Meskipun begitu selamanya aku akan tetap sayang ibu.
Lusa
adalah hari yang sangat ku nantikan sejak tiga tahun yang lalu. Karena di hari itu aku akan menerima bukti kelulusanku
dari SMP, hasilku selama tiga tahun berjuang untuk membuat ibuku bangga.
Hari
itu pun tiba. Aku berangkat ke sekolah sendiri, karena kata adik bungsuku ibu
akan menyusul nanti. Tapi, sampai matahari akan tenggelam aku tidak melihat
ibu. Apa mungkin ibu tidak datang? Aku terdiam. Tapi diamku tak berlangsung
lama, karena aku melihat bayangan orang yang sangat ku sayangi menghampiriku.
Dia ibuku, sosok wanita yang sangat ku kagumi.
Temanku
bertanya, “itu ibumu??” belum sempat menjawab, temanku yang lain berkata
“cantik ya… kayak masih muda aja!!!” aku
hanya membalasnya dengan senyuman seorang sahabat yang sangat bahagia karena
ibunya mendapatan sanjungan.
“Ssssst
dia datang…” bisik temanku.
Hatiku
berdebar, seperti dapat kebahagiaan yang begitu melimpah. Aku melihatnya, ku
sambut ia dengan cinta dan senyuman yang tulus dari hati, dengan harapan ibu
dapat membalas senyumku. Aku melihatnya dengan rasa penuh harap, “Ibu…, peluk
aku!!!!” harapku dalam hati.
Tanpa
membalas senyumku, tiba-tiba ibu menarik tanganku dengan kerasnya, yang sempat
ku harap tangan lembut itu akan mengusap keningku dengan rasa bangga di
hatinya. “Sepertinya ibu marah”, gumamku dalam hati. Aku sempat berfikir, aku
rela ibu memarahiku lagi, asalkan jangan di depan teman-temanku. Karena yang
mereka tau, ibu sangat menyayangi anaknya.
Ibu
menarik dan membawaku pergi dari teman-temanku. Sakit rasanya hatiku saat itu.
“Ibu…..
ku
mohon…..
akui
aku sebagai anakmu, sekali ini saja…
Ibu,
aku ingin mengenalkanmu pada mereka, sebagai bukti aku bangga menjadi anakmu.
Peluk
aku bu… rangkul aku.. buatlah seakan kau bangga padaku di hadapan mereka.”
jeritku dalam hati.
Ibu
membawaku pulang.
Sesampainya
di rumah, ibu langsung melemparku, mendorongku hingga tersungkur di lantai. Saat
terduduk, aku berusaha mencari celah untuk menatap matanya. Ketika itu pula aku
menatap mata indah ibu yang terlihat begitu banyak kebencian untukku. Dan aku
juga masih berharap ia bisa membaca hati lewat bahasa qolbku.
“Lihat
aku ibu, tataplah mataku…
Ibu,
aku hanya ingin kau tau, bahwa anakmu
ini lulus dengan nilai terbaik di sekolah.”
“Ibu….
Aku
ingin ketika kau tau, kau akan bangga padaku, dan melapangkan tanganmu untuk memberikan
pelukan.”
Semua
kata ini hanya terucap dalam hatiku. Aku tak berani mengungkapkannya. Selama
ini aku hanya melihat ibu dari balik pintu kamarku saja, karena ku tau ibu tak
suka dengan kehadiranku, kehadiranku selalu dianggapnya mengganggu. Sekali ku
bertemu dan memberanikan diri untuk menemuinya, aku ingat saat pertama dan
terakhir kali aku berbicara pada ibu, saat usiaku masih 6 tahun. Waktu itu aku
hanya mengucapkan “Selamat ulang tahun ibuku sayang..” dengan memberikan hadiah
yang tak seberapa, dan itupun aku petik dari halaman belakang, setangkai bunga
yang ku tanam sendiri untuk ibu.
Namun,
apa yang ku dapatkan. Ibu membuang bungaku dan menyuruhku pergi, “pergi
sana…!!! Muak aku lihat wajahmu” itu kata ibuku. Tak tau lagi apa yang ku
rasakan, aku hanya berjalan mundur menuju kamar dengan melihat wajahnya sambil
menahan tangis, sempat berhenti sejenak karena ku kira ibu akan memanggilku
untuk kembali.
Aku
tak pernah menduga hal ini bisa terjadi, ku kira ibuku bisa berubah dan akan
menyayangiku karena keberhasilanku. Tapi ibu marah besar, katanya aku telah
membuatnya malu karena sering menceritakannya, padahal yang ku ceritakan adalah
hal yang baik. Sehingga teman-temanku merasa kagum, bangga, iri, dan juga agar
ibuku tidak malu. Karena dimanapun aku tetap menghormatinya.
Suasana
di rumah hening, “sudah tidur semua”, fikirku. Tapi ini belum terlalu malam,
gak biasanya. Akupun keluar dari kamar untuk ambil minum. Ketika melewati kamar
Bapak Ibu, tiba-tiba aku mendengar sesuatu. Mereka membicarakan tentang
sekolahku, tapi ibuku acuh. Karena takut dosa mendengar pembicaraan orang
akupun keluar rumah untuk menyapa udara malam.
Ternyata
langit telah berubah hitam kelam, dengan sedikit serpihan cahaya yang
menghiasinya. Ku pandang mendalam, mencoba menerka apa makna serpihan di langit
sana.
“..Ya
Allah, aku ingin seperti cahaya itu, tapi ku tak ingin menjadi bulan, aku ingin
menjadi bintang yang walaupun kecil tapi memiliki arti, karena bercahaya sendiri.
Tanpa bantuan matahari. “
“..Ya
Allah, aku ingin melanjutkan pendidikanku.. tapi apakah mungkin?
“..Ya
Allah, apakah orang tua ku masih memperbolehkan ku sekolah?
“..Ya
Allah apa sebenarnya keputusan mereka?
Ke
esokan harinya…
Aku
mendengar kalau mereka tak akan menyekolahkan aku lagi, sementara dua kakak ku
kuliah. Hatiku hancur, tapi mau gimana lagi, mungkin memang sudah jalan hidup
yang digariskan Allah untukku.
Ku
jalani hariku dengan penuh keikhlasan, walaupun berat rasanya. Dengan
mengharapkan do’a ibu dan keluarga yang menyertaiku, aku mencoba melangkah
keluar untuk mencari pekerjaan yang halal.
Dimulai
dengan menjadi tukang cuci piring di kedai lontong dengan upah Rp.1000/hari.
Aku kumpulkan upah kerjaku. Lalu mencoba bekerja di pabrik tekstil dekat rumah,
namun karena aku ini tidak bisa bekerja dengan cepat, akupun lebih memilih
berhenti. Dan mencoba menjadi cleaning
servis di RS. Bhayangkara. Di pekerjaan inilah aku menetap. Dengan gaji
yang setiap tahun agak lumayan.
Bertahun
ku bekerja, bertahun juga ku hidup tanpa ibu dan keluarga ku. Bertahun juga ku
pendam rasa rindu yang teramat dalam ini. Selama ini bukannya aku tak ingin
pulang, aku hanya takut membuat ibuku marah lagi dan akhirnya membuatnya sakit.
Kuputuskan untuk pergi. Hingga sekarang aku harus memberanikan diri untuk
pulang ke rumah. Ku rasa inilah saatnya.
Sampai
di rumah, tak ada satupun yang terlihat. Rumah keluargaku sudah tidak ada,
sudah ratah dengan tanah. Hanya nama adikku yang pernah ku ukir di pohon depan
rumah yang tersisa. Aku mendapat kabar kalau Bapak dan Ibu tinggal di rumah
barunya di Kompleks Elite Puja Kesuma sejak kepergianku.
Setelah
kakak-kakakku lulus kuliah di Inggris, mereka bekerja di perusahaan besar,
setelah sukses merekapun menikah. Kakak pertamaku memiliki istri yang cantik
dan sepasang anak laki-laki juga perempuan. Kakak yang kedua juga memiliki
istri yang sangat cantik dan seorang anak perempuan. Sedangkan adik bungsuku,
sekarang ia sedang berkuliah di Universitas ternama di Jerman.
Aku
bahagia mereka semua menjadi orang sukses. Tidak seperti aku yang hidup luntang
lantung hanya untuk mencari makan dan tempat tinggal. Dari kebahagiaan
sejenakku ini, masih ada yang membelenggu, aku belum bisa menemui kedua orang
tuaku..
Ke
esokan harinya, aku pergi mengunjungi ibuku dengan membawa bingkisan kecil
hasil kerja kerasku selama beberapa tahun..
“Assalamu’alaikum…..”
“Assalamu’alaikum…..”
(belum ada jawaban)
“Assalamu’alaikum……
Bu, ini saya Anisa.. ”
“Wa’alaikum
salam……”(jawab ibu). Ia pun membukakan pintu.
“Siapa
ya???” tanyanya. Dan “ckrrrrek” pintu terbuka dan ibuku tercengang. Ibu tidak
suka aku datang dan langsung mengusirku.
“Pergi
sana kau! Untuk apa kau datang ke sini. Sudah bagus kami pergi jauh darimu,..!”
Begitu
bencikah ibu kepadaku??? Apa salah ku bu? Jika memang ibu membenciku kenapa ibu
melahirkanku? Bukankah ketika ku masih kecil ibu bisa membunuhku? Hanya dengan
menutup hidungku aja mungkin aku sudah mati bu. Ibu dapat mudah membunuhku,
daripada ibu menyiksaku saat ini. Aku ke sini hanya untuk dapatkan pelukan ibu.
Yang seumur hidup belum pernah ku dapatkan. Aku hanya ingin di sayang ibu.
Akupun pergi berlalu dengan beruraian air mata.
Dengan
langkah tertatih ku tetap berusaha tuk melangkah. Aku harus kuat dan aku harus
bisa membuktikan betapa ku memang benar-benar sayang ibu.
Ketika
ku menuju Rumah sakit tempatku bekerja, tanpa disengaja aku mlihat ibu dari
kejauhan. Ku ikuti perlahan dari belakang. Tiba-tiba aku melihat ada kendaraan
yang hendak menabrak tubuh ibu. Akupun berlari sekencang-kencangnya untuk membantu
ibu, dan “rrrrrrrrrrrrrrrrtttt”(kendaraan itu berhasil menabrak). “Seperti ada
kecelakaan” ucapku saat tergeletak di pangkuan ibu. Aku belum tau, kalau aku
yang tertabrak dan berlumuran darah.
“Ibu,
ibu memelukku??? Apa ini mimpi bu?? Tolong bangunkan aku dari tidurku bu..
karena aku ingin tersadar saat ibu memelukku dengan kasih sayang.” Kataku.
Ibu
masih memelukku erat. “Ibu, ini kali pertama kau memelukku.. ini adalah kado
terindah yang pernah ku dapat seumur hidupku bu. Ibu gak kenapa-kenapakan?
Kenapa kepalaku basah ya? Kok ada merah-merah di tangan aku bu? Apa aku yang
tertabrak bu? Kalau begitu aku senang karena ibu tidak merasakan sakit ”
kataku.
Saat
itu ibuku hanya terdiam melihatku yang sudah tak berdaya, dan kehilangan banyak
darah. Ia berusaha mencari pertolongan untuk membawaku ke rumah sakit di
seberang jalan.
Tiba
di rumah sakit, dokter memeriksaku. Katanya nyawaku sudah tak mungkin tertolong
lagi. Ibuku tetap mengupayakan untuk mendonorkan darahnya. Tapi kata dokter
semua itu percuma bila memang kehendak Allah berkata lain. Teryata kata dokter
aku juga mengalami stress berat akibat tekanan psikis yang diberikan oleh
keluargaku. Ibuku tidak bisa menerima kenyataan kalau aku sudah tiada. Ia
menangis sejadi-jadinya.
“Apa
itu?” Tanya ibu dalam hati. Bungkusan kecil di genggamanku. Ia pun membukanya,
ternyata berisikan yang katanya permintaan terakhirku. Berbentuk sapu tangan
(yang katanya adalah tanda perpisahan) yang ku sulam sendiri dengan bertuliskan
“peluk aku, ibu…!!!”
Itulah
permintaan terakhirku, yang sekarang sudah ku dapatkan. Terima kasih ibu,
kerena telah berkenan memelukku, sehingga ku tau betapa hangatnya pelukanmu..
Kau adalah pelita di hidupku sekarang dan selamanya. Selamat tinggal ibuku
sayang, aku akan selalu menjagamu dari kejauhan.
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar